MAKALAH SOSIOLOGI PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Isu-isu yang berkaitan dengan pendidikan nasional dan globalisasi mendorong
kita untuk melakukan identifikasi dan mencari titik-titik simetris sehingga
bisa mempertemukan dua hal yang tampaknya paradoksial, yaitu pendidikan
Indonesia yang berimplikasi nasional dan global. Dampak globalisasi memaksa
banyak negara meninjau kembali wawasan dan pemahaman mereka terhadap konsep
bangsa, tidak saja karena faktor batas-batas territorial geografis, tetapi juga
aspek ketahanan kultural serta pilar-pilar utama lainnya yang menopang
eksistensi mereka sebagai nation state yang tidak memiliki imunitas absolut
terhadap intrusi globalisasi. Globalisasi bisa dianggap sebagai penyebaran dan
intensifikasi dari hubungan ekonomi, sosial, dan kultural yang menembus
sekat-sekat geografis ruang dan waktu. Dengan demikian, globalisasi hampir
melingkupi semua hal; ia berkaitan dengan ekonomi, politik, kemajuan teknologi,
informasi, komunikasi, transportasi, dll.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka kami dapat
menarik beberapa permasalahan, seperti:
1.
Apa-apa
isu-isu kontekstual pendidikan ?
2.
Bagaimana
reaksi Masyarakat dalam menghadapi budaya Globalisasi ?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.
Untuk
mengetahui isu-isu kontekstual pendidikan
2.
Untuk
mengetahui reaksi Masyarakat dalam menghadapi budaya Globalisasi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Isu-isu Kontekstual Pendidikan
1. Pengertian Pendidikan
Sebelum membahas lebih jauh tentang isu-isu pendidikan, maka terlebih
dahulu perlu dipahami makna yang terkandung didalam pendidikan itu sendiri.
Pada hakikatnya pendidikan adalah usaha orang tua atau generasi tua untuk
mempersiapkan anak atau generasi muda agar mampu hidup secara mandiri dan mampu
melaksanakan tugas-tugas hidupnya dengan sebaik-baiknya. Orang tua atau
generasi tua memiliki kepentingan untuk mewariskan nilai-nilai dan norma-norma
hidup dan kehidupan kepada penerusnya. Demikian kata Ki Hajar Dewantara
mendidik ialah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar
mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Selaras dengan itu, John Dewey seorang filosof pendidikan berkebangsaan
Amerika mengatakan bahwa “pendidikan adalah proses pembentukan
kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam
dan sesama manusia”. Jadi maksud dari tujuan pendidikan adalah agar generasi
muda sebagai penerus generasi tua dapat menghayati, memahami dan mengamalkan
nilai-nilai atau norma-norma tersebut dengan cara mewariskan segala pengalaman,
pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang melatar belakangi nilai-nilai dan
norma-norma hidup dan kehidupan.
2. Isu-isu Kontekstual Pendidikan
Masalah pendidikan Indonesia tersebut diantaranya adalah:
a. Kualitas Pengajar
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan
pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan
kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat
besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru
dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat
kesejahteraan guru. Pemerintah memang telah menerapkan program sertifikasi guru
yang memiliki tujuan utama untuk meningkatkan kualitas pengajar atau tenaga
pendidik. Namun, hingga saat ini kita masih bisa menemui tenaga pengajar yang
ilmu dan pengetahuannya belum up to date sehingga hanya terkesan asal - asalan
saja menjalani program sertifikasi guru tersebut.
b. Rendahnya Kesejahteraan Guru.
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya
kualitas pendidikan Indonesia. Dengan pendapatan yang minimum terang saja
banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di
sekolah lain, memberi les pada sore hari, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa
ponsel, dan sebagainya. Sehingga ini dapat menyebabkan ketidak fokusan guru
dalam mendidik siswanya.
c. Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru,
dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan.
Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di
dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science
Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari
44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara
dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa
Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.
Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science
Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA, 1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara
peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk
IPA, ke-34 untuk Matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia
Week dari 77 universitas yang disurvai di asia pasifik ternyata 4 universitas
terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan
ke-75.
d. Rendahnya
Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan Lapangan Kerja
Masalah
relevansi adalah masalah kesesuaian antara hasil pendidikan dengan tuntutan
lapangan kerja, kesesuaian antara sistem pendidikan dan pembangunan nasional,
serta antara kepentingan peseorangan, keluarga dan masyarakat baik dalam jangka
pendek atau panjang. Banyaknya anak putus sekolah dan tidak memiliki
keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri.
Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja
menyebabkan semakin meningkatnya angka pengangguran di Indonesia
e. Pergantian Kurikulum
Ini merupakan masalah klasik pendidikan di Indonesia dimana sering sekali
terjadi pergantian kurikulum setiap kali terjadi pergantian pejabat setingkat
menteri. Parahnya, sebagai akibat dari seringnya terjadi pergantian kurikulum
ini adalah harus sering melakukan penggantian buku dan materi ajar yang tidak
kalah merepotkan bagi guru, siswa, dan orang tua / wali.
f. Biaya Pendidikan Yang Tinggi
Setiap kali menjelang musim ajaran baru, kebanyakan orang tua / wali pasti
dibingungkan dengan masalah biaya pendidikan. Mulai dari uang pendaftaran, uang
gedung, uang SPP, dll. Terlebih bila ingin memasukkan anak mereka di sekolah
dengan standard internasional yang biayanya bisa berkali kali lipat bila
dibanding dengan sekolah biasa. Begitu juga dengan perguruan tinggi. Biaya uang
gedung dan SPP (baik SPP tetap dan SPP variabel) sudah semakin tidak terjangkau
bagi masyarakat miskin. Memang pemerintah telah mencanangkan sekolah gratis
bagi siswa SD dan SMP. Namun, dengan dana yang minimalis untuk menciptakan
pendidikan yang berkualitas nampaknya sangat jauh untuk ketercapaianya. Apalagi
kita tahu bahwa pengelolaan pendidikan di Indonesia masih jauh dari ke
efisienan. Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk
menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam
bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga
Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain
kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
Pendidikan
berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau
gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah
sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh
pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan
bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari
tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi
Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.
g. Metode Evaluasi
Jika kita
ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara tentang
standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses
untuk menentukan standar yang akan diambil. Peserta didik Indonesia terkadang
hanya memikirkan bagaimana agar mencapai standar pendidikan saja, bukan
bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat digunakan. Tidak
perduli bagaimana cara agar memperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai yang
diperoleh, yang terpentinga adalah memenuhi nilai di atas standar saja. Hal
seperti di atas sangat disayangkan karena berarti pendidikan seperti kehilangan
makna saja karena terlalu menuntun standar kompetensi. Hal itu jelas salah satu
penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.
Dalam kasus
UAN yang hampir selalu menjadi kontrofersi misalnya. Kami menilai adanya sistem
evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang kami sayangkan adalah
evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya peserta didik
mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa melihat proses yang
dilalu peserta didik yang telah menempuh proses pendidikan selama beberapa
tahun. Selain hanya berlangsug sekali, evaluasi seperti itu hanya mengevaluasi
beberapa bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain yang telah diikuti
oleh peserta didik. Gonjang - ganjing
pelaksanaan Ujian Akhir Nasional atau UAN pasti terjadi setiap tahunnya. Mulai
meributkan tentang standar nilai, sistem pelaksanaan UAN itu sendiri, hingga
penggunaan nilai UAN untuk mendaftar di sekolah yang lebih tinggi. Dan yang
pasti, UAN masih tetap menjadi momok bagi sebagian besar siswa dan guru di
Indonesia
h. Sarana & Prasara Pendidikan
Rendahnya Kualitas Sarana Fisik. Banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi
kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah,
buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar,
pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak
sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak
memiliki laboratorium dan sebagainya.
Siswa akan mampu belajar dengan tenang bila sarana dan prasarana pendidikan
memadai. Untuk wilayah perkotaan mungkin akan sangat jarang ditemui sarana dan
prasarana pendidikan yang tidak layak. Namun coba kita lihat sarana dan
prasarana pendidikan di wilayah pedalaman Indoensia, sangat memprihatinkan.
Padahal para siswa di wilayah pedalama Indonesia tersebut juga memiliki hak
yang sama untuk bisa menikmati sarana dan prasarana pendidikan yang layak.
B. Masyarakat dalam budaya Globalisasi
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat sangat ramah ,menghargai perbedaan,
menghormati antar sesama dan berakhlak baik. Dalam menyelesaikan masalahpun masyarakat
Indonesia selalu dengan musyawarah ,sehingga mencapai persetujuan yang sama .
tetapi sekarang masyarakat indonesia sangat berbeda dengan apa yang saya
sebutkan tadi. Saat ini masyarakat Indonesia mengalami krisis moral sehingga
mereka berpikir pendek, tidak menghargai perbedaan, sangat labil emosinya dan
malas. Mengapa hal ini terjadi? hal ini terjadi dikarenakan masyarakat sulit
menyaring informasi dari media seperti TV, Internet dan lain lain. Informasi
yang baik dan buruk mereka terima begitu saja dan di aplikasikan di kehidupan
mereka. faktor lainnya, dikarenakan pembangunan ekonomi yang tidak merata,
hidup tidak sejahtera dan kurangnya perhatian orang tua terhadap anaknya. Akibat
adanya globalisasi pada teknologi terdapat dampak buruk dan baik sehingga kita
perlu berhati hati.
Pengaruh
positif globalisasi terhadap masyarakat Indonesia.
1. Dilihat dari aspek globalisasi politik, pemerintahan
dijalankan secara terbuka dan demokratis, karena pemerintahan adalah bagian
dari suatu negara. Jika pemerintahan dijalankan secara jujur, bersih dan
dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif
tersebut berupa jati diri terhadap negara menjadi meningkat dan kepercayaan
masyarakat akan mendukung yang dilakukan oleh pemerintahan.
2. Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar
internasional, meningkatkan kesempatan kerja yang banyak dan meningkatkan
devisa suatu negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan
ekonomi bangsa yang dapat menunjang kehidupan nasional dan akan mengurangi
kehidupan miskin.
3. Dari aspek globalisasi sosial budaya, kita dapat
meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin
serta Iptek dari negara lain yang sudah maju untuk meningkatkan kedisplinan
bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa serta akan mempertebal jati diri
kita terhadap bangsa. Serta kita juga dapat bertukar ilmu pengetahuan tentang
budaya suatu bangsa.
Pengaruh
negatif globalisasi terhadap masyarakat Indonesia.
- Aspek politik, Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya jati diri bangsa akan luntur dan tidak mungkin lagi bangsa kita akan terpecah belah.
- Aspek Globalisasi ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (mainan, minuman, makanan, pakaian, dll) membanjiri Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya jati diri bangsa kita. Maka hal ini akan menghilangkan beberapa perusahaan kecil yang memang khusus memproduksi produk dalam negeri.
- Masyarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia dimana dilihat dari sopan santun mereka yang mulai berani kepada orang tua, hidup metal, hidup bebas, dll. Justru anak muda sekarang sangat mengagungkan gaya barat yang sudah masuk ke bangsa kita dan semakin banyak yang cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
- Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa. Serta menambah angka pengangguran dan tingkat kemiskinan suatu bangsa.
- Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa. Padahal jati diri bangsa kita dahulu mengutamakan Gotong Royong, tapi kita sering lihat sekarang contohnya saja di perumahan / komplek elit, mereka belum tentu mengenal sesamanya. Dari hal tersebut saja sudah tercermin tidak adanya kepedulian, karena jika tidak kenal maka tidak sayang.
Dampak di
atas akan perlahan-lahan mempengaruhi kehidupan bangsa Indonesia, Akan tetapi
secara keseluruhan aspek dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa
menjadi berkurang atau luntur. Sebab globalisasi mampu membuka cakrawala
masyarakat Indonesia secara global. Apa yang ada di luar negeri dianggap baik
memberi aspirasi kepada masyarakat kita untuk diterapkan di negara kita. Bila
dilaksanakan belum tentu sesuai di Indonesia. Bila tidak dilaksanakan akan
dianggap tidak aspiratif dan dapat bertindak anarkis sehingga mengganggu
stabilitas nasional, ketahanan nasional bahkan persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia.
Pengaruh
Globalisasi Terhadap jati diri di Kalangan Generasi Muda.
Arus globalisasi
begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan muda. Pengaruh
globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian
diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala-gejala yang
muncul dalam kehidupan sehari- hari anak muda sekarang. Dari cara berpakaian
banyak remaja-remaja kita yang berdandan seperti selebritis yang cenderung ke
budaya Barat. Padahal cara berpakaian tersebut jelas- jelas tidak sesuai dengan
kebudayaan kita. Tak ketinggalan gaya rambut mereka dicat beraneka warna. Tidak
banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan mengenakan pakaian
yang sopan sesuai dengan kepribadian bangsa.
Teknologi
internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan dapat
diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda, internet sudah menjadi
santapan mereka sehari- hari. Jika digunakan secara semestinya tentu akan
memperoleh manfaat yang berguna. Dan sekarang ini, banyak pelajar dan mahasiswa
yang menggunakan tidak semestinya. Misal untuk membuka situs-situs porno,
bahkan sampai terkena penipuan. Bukan hanya internet saja, ada lagi pegangan
wajib mereka yaitu hand phone, apalagi sekarang ini mulai muncul hand phone
yang berteknologi tinggi. Mereka justru berlomba-lomba untuk memilikinya, tapi
kita lihat alat musik kebudayaan kita belum tentu mereka mengetahuinya. Hal ini
jika kita lihat dari segi sosial, maka kepedulian terhadap masyarakat menjadi
tidak ada karena mereka lebih memilih kesibukan dengan menggunakan handphone
tersebut.
Dilihat
dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak tahu sopan santun dan
cenderung tidak peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi menganut
kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka. Jika
pengaruh-pengaruh di atas dibiarkan, mau apa jadinya generasi muda bangsa?
Moral generasi bangsa menjadi rusak, timbul tindakan anarkhis antara golongan
muda. Hubungannya dengan nilai jati diri akan berkurang karena tidak ada rasa
cinta terhadap budaya bangsa sendiri dan rasa peduli terhadap masyarakat.
Padahal generasi muda adalah penerus masa depan bangsa. Apa akibatnya jika
penerus bangsa tidak memiliki jati diri?
Marilah
kita Mengembalikan Jati Diri Bangsa Indonesia, terima globalisasi dengan rasa
kritis dan banyak melakukan hal positif dalam menggunakan globalisasi yang ada
sekarang ini. Sebagai masyarakat Indonesia mulai dari sekarang kita utamakan
produk dalam negeri dan kenali kebudayaan kita.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Adapun isu-isu kontekstual pendidikan Indonesia di era globalisasi
diantaranya adalah:
a) Kualitas Pengajar
b) Rendahnya Kesejahteraan Guru.
c) Rendahnya Prestasi Siswa
d) Rendahnya
Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan Lapangan Kerja
e) Pergantian Kurikulum
f) Biaya Pendidikan Yang Tinggi
g) Metode Evaluasi
h) Sarana & Prasara Pendidikan
2. Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam
masyarakat terutama di kalangan muda. Pengaruh globalisasi tersebut telah
membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa
Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala-gejala yang muncul dalam kehidupan
sehari- hari anak muda sekarang. Dari cara berpakaian banyak remaja-remaja kita
yang berdandan seperti selebritis yang cenderung ke budaya Barat. Padahal cara
berpakaian tersebut jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Tak
ketinggalan gaya rambut mereka dicat beraneka warna. Tidak banyak remaja yang
mau melestarikan budaya bangsa dengan mengenakan pakaian yang sopan sesuai
dengan kepribadian bangsa.
Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan
informasi tanpa batas dan dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak
muda, internet sudah menjadi santapan mereka sehari- hari. Jika digunakan
secara semestinya tentu akan memperoleh manfaat yang berguna.
bang ada dapusnya gak?
BalasHapus